MIMPIBAIK dan BENAR .. benar akan terbukti atau .. sudah terbukti di dunia . Atau akan terbukti kebenarannya setelah MATI ===== MIMPI yang BAIK & BENAR Kisah umat terdahulu yang terdapat di dalam Al-Qur'an : ️Kisah Nabi Luth as dan Umat di Kota Sodom ️Hikmah yang dapat diteladani 🌼Nama Kelompok:1. Selvia Sejarahmerupakan sebuah cermin besar dari peradaban suatau bangsa untuk bisa mendapatkan i'tibar dari pengalaman-pengalaman masa lalu untuk bisa menorehkan prestasi dan hal yang lebih bermanfaat dan bermartabat dimasa yang akan datang. Kitab suci Al-Qur'an sebagai pedoman dan petunjuk umat manusia menjalankan kehidupan secara baik dan benar telah memberikan instruksi kepada umat Islam DalamAl Qur'an al karim dan juga dalam hadits nabawi, banyak sekali disebutkan kisah-kisah umat terdahulu, baik kisah para nabi dan orang-orang shalih untuk dijadikan ibrah dan dicontoh kebaikannya, ataupun kisah kaum yang dzalim lagi durhaka untuk dijadikan pelajaran akan akibat perbuatan mereka. Sesungguhnyacatatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam sijjin." kosong pengantar tidur. Perhatikanlah isi Al-Quran, akan dijumpai berbagai macam pembahasan baik itu tentang hukum, kisah-kisah umat terdahulu, ataupun peringatan-peringatan tentang hari akhirat, tentang hari kiamat, bahkan tentang muamalah, tentang akhlak, dan Dansesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat yang terdahulu daripada kamu semasa mereka berlaku zalim padahal telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka membawa keterangan-keterangan, dan mereka masih juga tidak beriman. Dengan yang demikian, sesiapa yang mengerjakan sesuatu amal kebaikan, maka tidaklah disia-siakan amal usahanya . Kisah Tradisi biadab Anak durhaka yang tega habisi nyawa orang tuanya sendiri. Salah satu tanda-tanda semakin dekatnya hari kiamat adalah merajalelanya anak-anak yang berani durhaka kepada orang tuanya. Banyak Orang tua tidak lagi menjadi sosok yang dihormati, melainkan banyak yang dijadikan budak/ pembantu oleh anaknya sendiri. Disaat orang tua telah berhasil mendidik anaknya hingga sukses, Namun kemudian sang anak lupa kepada jasa orang tua dan tega menelantarkanya. Sebagaimana kisah-kisah berikut. Beberapa desa Diindia selatan ada sebuah tradisi anak durhaka yang sangat menyedihkan, tradisi itu bernama Thalaikoothal. Tradisi ini bertujuan untuk membunuh orang-orang yang sudah tua dan lanjut usia. Biadabnya pembunuhan itu dilakukan oleh anak/ keluarga sendiri. Alasan mereka melakukan tradisi ini adalah sebab orang tua sudah lansia dan mereka tak mampu lagi membiayai hidupnya. Dengan membunuh orang tua yang lansia, tentu biaya hidup keluarga akan berkurang, dan tak kerepotan lagi. Dilihat dari makna, tradisi Thalaikoothal bermakna mandi. Proses pelaksanakan tradisi ini dilakukan dengan cara orang lansia dikasih minyak mandi diwaktu pagi, lalu disuruh minum air kelapa. Efek samping dari cara ini bisa merubah suhu tubuh, menimbulkan gagal ginjal, demam ekstrim . korban nantinya akan meninggal dalam durasi waktu 1-2 harian. Meski tradisi ini sudah dilarang pemerintah, namun masih ada yang menjalankannya secara sembunyi sembunyi didesa Madurai, virudhunagar dan teni. Selain cara diatas, ada cara lain untuk membunuh orang tuanya sendiri, yaitu dengan cara memberikan susu disertai mencubit hidung orang tua. Effek cara ini akan menyebabkan gangguan pernapasan orang tua. Begitu buruknya tradisi mereka yang tega menghabisi orang tuanya sendiri. Banyak alasan yang membuat mereka melakukan tradisi itu, diantaranya kebanyakan sebab masalah ekonomi, ketidak mampuan mengurus biaya hidup orang tua yang lansia, dan ada yang rebutan warisan Tidak hanya di india, dahulu di Serbia juga ada tradisi anak durhaka yang tak kalah kejamnya. Mereka tega menghabisi orang tuanya sendiri karena menganggap orang tua yang sudah lanjut usia hanyalah beban keluarga dan mengganggu perekonomian keluarga. Tradisi ini bernama Lapot, mereka membunuh orang tua dengan memakai kampak atau tongkat, para pendduk desa juga bakal menerima undangan untuk menyksikan tradisi biadab itu. Sungguh perbuatan yang sangat tak pantas dilakukan oleh seorang anak. Adalagi di jepang dahulu ada tradisi yang bernama ubasuteyama yang artinya gunung pembuangan. Tradisi ini dilakukan dengan cara membuang anggota keluarga/ kerabat yang sudah tua dan sakit-sakitan. Pembuangan dilakukan disuatu tempat terpencil seperti hutan gunung. Tradisi ini bertujuan untuk membunuh atau membuat orang tua meninggal dunia. Sebab orang tua lansia dianggap tidak produktif lagi, menyusahkan dan menambah beban biaya hidup dalam keluarga. Cara praktik tradisi ini adalah Orang tua yang sudah lanjut usia dibawa anaknya menuju kesebuah gunung. Setelah itu orang tua dibuang dan ditinggalkan begitu saja oleh anaknya dihutan gunung itu. Nantinya orang tua akan mati dengan sendirinya bisa dengan beberapa sebab. Ada yang mati sebab kelaparan, kedinginan, demam, dan menjadi mangsa hewan buas. Cerita ini menjadi cerita legenda rakyat jepang yang populer, namun ntah kisah ini benar terjadi dimasa lalu atau tidak. Namun kisah diatas tidak jarang kita jumpai dizaman modern seperti sekarang ini. Dijepang sendiri banyak terjadi kasus pembuangan orang tua, sebagai contoh ditahun 2018 ada seorang perempuan yang ditangkap pihak kepolisian karena tega membuang ayahnya yang tengah sakit. Sang ayah dibuang di stasiun tol sebab tak kuasa lagi merawat sang ayah. Kesulitan ekonomi dan kemiskinan menjadi factor umum kasus pembuangan orang tua dijepang. Tidak usah jauh-jauh kejepang. Di Indonesia sendiri kasus pembuangan orang tua juga marak terjadi. Lagi lagi factor karena masalah ekonomi. Seperti contoh berita kisah seorang anak yang tega mengusir ibu kandungnya dan saudarnaya sendiri dari rumah karena gara-gara harta warisan. Tidak hanya tega mengusir, sang anak juga tega menggugat ibu kandunganya yang sudah sepuh berumur 80 tahun. Dimana hati Nurani seorang anak kepada ibu kandungnya sendiri. Adalagi kisah pilu dizaman sekarang, dimana banyak anak yang tidak sanggup merawat orang tuanya sendiri yang sudah tua, ntah banyak alasanya, ada yang sebab sibuk dengan pekerjaanya, ada yang kesulitan ekonomi dan lain sebagainya. mereka terkadang menelantarkan orang tuanya sendirian dirumah. Namun ada pula yang memilih jalan pintas dengan membawa orang tuanya ke penitipan lansia/ panti jompo. Fakta-fakta akhir zaman memang terasa aneh, Dahulu orang tua benar-benar ikhlas dan rela merawat anaknya hingga besar, tidak sedikit perjuangan sejak melahirkan, memandikan, menyusui, menyuapi makanan, dan menghibur sang anak. Disaat kita kecil orang tua akan sangat sedih dan panik bila melihat anaknya sakit walau hanya sedikit saja. Mereka akan berusaha membuat kita selalu sehat dengan secara teratur memberi perawatan setiap harinya kepada tubuh muyil kita dulu. Disaat sudah beranjak besar, orang tua tentu akan memberikan Pendidikan yang terbaik agar anak-anaknya kelak bisa memiliki ilmu dan keterampilan untuk bekal dimasa dewasa dan tua. Tentu tidaklah sedikit biaya hidup yang dikeluarkan orang tua untuk menghidupi anak-anaknya. Banyaknyya biaya juga dihitung dengan jumlah banyaknya anak dalam satu keluarga. Betapa beratnya perjuangan seorang ayah dalam menafkafi anak dan istrinya. Tentu hal yang diharapkan orang tua adalah hidupnya sang anak. Tetapi berbanding balik dengan sang anak, yang ada hanyalah menunggu kematian orang tua. Dahulu orang tua bisa menghidupi dan membiayai lima, tujuh, bahkan sampai dua belas anak. Namun banyak anak yang tak sanggup merawat dan menghidupi orang tuanya dimasa tua. banyak anak yang hanya mengharapkan harta warisan saja dari orang tua. Padahal begitu besarnya pahala apabila kita dapat berbakti kepada orang tua. Rasulullah SAW bersabda “Orang tua adalah pintu surga yang paling baik. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya” HR. Tirmidzi. Rasulullah SAW sendiri menjelaskan begitu besarnya birrul walidain/ berbakti kepada kedua orang tua. Orang tua digambarkan sebagai pintu surga. Tentu orang yang bisa merawat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah orang-orang yang kelak menjadi penghuni surga. Namun ada dosa yang sangat besar apabila seorang anak berani durhaka dan menyia-nyiakan orang tuanya. Rasulullah SAW pernah bersabda “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa yang paling besar?" Para sahabat menjawab; “Tentu, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda "Mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.”. Nah itulah beberapa kisah begitu berdosanya orang-orang yang durhaka kepada orang tua, dan tentu anak yang berbakti kepada kedua orang tua tentu memperoleh pahala besar dan surga. Semoga kisah ini bermanfaat, wallahu A’lamu Juga Kisah Orang Tua Durhaka Yang Membuat Sahabat Umar Marah loading...Sisa-sisa rumah kaum Tsamud yang durhaka dan menyelisihi ajaran Nabi Saleh alahissalam berjarak sekitar 470 kilometer dari Kota Madinah. Foto/Ist Setiap umat ada ajalnya. Ada masa berakhirnya kejayaan dan kehidupan mereka. Rasulullah ﷺ telah menyampaikan kepada kita tentang sebab-sebabnya kehancuran umat terdahulu. Bukan mustahil hal serupa menimpa umat sekarang apabila tidak belajar dari masa lalu. Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari azab-Nya .Demikian kata Ustaz Farid Nu'man Hasan , Dai lulusan sastra Arab Universitas Indonesia. Karena itu, perhatikanlah fenomena kehidupan manusia saat ini, apakah sudah terkumpul padanya sebab-sebab itu atau tidak. Semoga kita bisa mengambil iktibar dari peristiwa yang terjadi di masa lampau. Baca Juga Kisah Nabi Shaleh dan Hancurnya Kaum Tsamud Ustaz Farid Nu'man mengungkapkan ada 3 sebab-sebab kehancuran umat terdahulu yang harus menjadi pelajaran bagi kita, yaitu1 Hukum Tumpul ke Atas dan Tajam ke Bawah Rasulullah ﷺ menyebutkan ini sebagai penyebab binasanya umat terdahulu. Jika yang berbuat salah adalah para pejabat, orang kuat, tokoh, maka mereka selamat dan hukum tidak ditegakkan. Tapi, jika yang berbuat salah adalah rakyat biasa atu orang lemah, mereka dihukum, dipenjara, dan dilukai fisik dan rasa keadilannya. Perhatikan hadis berikut عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ فَقَالُوا وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَاDari 'Aisyah radhiallahu 'anha bahwa orang-orang Quraisy sedang menghadapi persoalan yang menggelisahkan, yaitu tentang seorang wanita tokoh Bani Makhzumiyah yang mencuri lalu mereka berkata, "Siapa yang mau merundingkan masalah ini kepada Rasulullah ﷺ ?" Sebagian mereka berkata, "Tidak ada yang berani menghadap beliau kecuali Usamah bin Zaid, orang kesayangan Rasulullah ﷺ . Usamah pun menyampaikan masalah tersebut lalu Rasulullah ﷺ bersabda "Apakah kamu meminta keringanan atas pelanggaran terhadap aturan Allah?" Kemudian beliau berdiri menyampaikan khuthbah lalu bersabda "Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa karena apabila ada orang dari kalangan terhormat pejabat, penguasa, elit masyarakat mereka mencuri, mereka membiarkannya dan apabila ada orang dari kalangan rendah masyarakat rendahan, rakyat biasa mereka mencuri mereka menegakkan sanksi hukuman atasnya. Demi Allah, sendainya Fathimah binti Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya". HR. Al-Bukhari No. 3475 Kita melihat sikap tegas Rasulullah ﷺ kepada Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhu, yang dianggap oleh suku Bani Makhzum sebagai "orang dalam" di lingkungan Rasulullah ﷺ yang bisa meluluhkan Rasulullah ﷺ untuk meringankan atau membatalkan hukuman atas wanita yang mencuri itu. Tapi, jawaban Rasulullah ﷺ adalah tegas, bahwa sebab kehancuran umat terdahulu karena ketidakadilan dalam penerapan hukum. Baca Juga Kisah Nabi Hud dan Penyebab Dibinasakannya Kaum 'Aad2 Banyak BertanyaMaksud 'banyak bertanya' yaitu pertanyaan yang tidak bermanfaat, memberatkan, dan mengundang fitnah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadis berikutﷺ. كَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يُحَدِّثُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ Abu Hurairah bercerita bahwa dia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda "Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah dengan sekuat tenaga kalian. Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak bertanya dan sering berselisih dengan para Nabi mereka." HR Muslim No. 1337 Baca Juga Contohnya adalah pertanyaan Bani Israil kepada Nabi Musa 'Alaihissalam , yang bertele-tele dan tidak penting tentang sapi yang Allah Ta’ala perintahkan untuk disembelih. Tujuannya agar tidak jadi mereka sembelih, tapi Nabi Musa menjawabnya dengan sabar. Akhirnya mereka pun menyembelihnya. Hal diabadikan dalam Al-Qur'an قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا ۚ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا ۚ قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ ۚ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَMereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya." Dia Musa menjawab, "Dia Allah berfirman, bahwa sapi itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya, yang menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami tentang sapi betina itu. Karena sesungguhnya sapi itu belum jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki, niscaya kami mendapat petunjuk." Dia Musa menjawab "Dia Allah berfirman, sapi itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak [pula] untuk mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang." Mereka berkata, "Sekarang barulah engkau menerangkan hal yang sebenarnya." Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan perintah itu. QS. Al-Baqarah 69-71 Hari ini, tidak sedikit orang yang mengaku muslim mempertanyakan Islam bukan untuk mencari ilmu atau memperbagus kualitas diri, tapi bertanya untuk memperberat diri dan memunculkan kegaduhan, yang dengannya menganulir ketetapan-ketetapan agama. Mengapa warisan lebih banyak kaum laki-laki? Kenapa Islam membolehkan poligami? Mengapa ada jihad dalam Islam ? Mengapa memperebutkan Al-Aqsha? Dan seterusnya. Namun, tidak semua pertanyaan itu tercela. Al-Qur’an sendiri menceritakan banyak pertanyaan dari manusia tentang hal-hal baik dan bermanfaat seperti – Yas’alunaka anil anfaal mereka bertanya kepadamu tentang harta rampasan perang – Yas’alunaka anir ruuh mereka bertanya kepadamu tentang ruh – Yas’alunaka anil mahidh mereka bertanya kepadamu tentang haid – Yas’alunaka anil ahillah mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit – Yas’alunaka anis saa’ah mereka bertanya kepadamu tentang kiamat Oleh karena itu, Syeikh Ismail Al Anshari rahimahullah mengatakan "Para ulama telah membagi pertanyaan menjadi dua jenis. Pertama, pertanyaan untuk mengetahui hal yang dibutuhkan berupa urusan agama. Ini justru diperintahkan karena Allah Ta’ala berfirman Bertanyalah kepada ahludz dzikr jika kalian tidak mengetahui, dan pada jenis inilah turunnya pertanyaan para sahabat tentang Al-Anfal [rampasan perang], Kalaalah, dan selain keduanya. Kedua, pertanyaan dengan kepentingan untuk menyakiti dan memberatkan, dan inilah yang dilarang." At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah Hadits Arbain No. 9. Allah ﷻ menegaskan larangan bertanya yang menyulitkan diri sendiri يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu." QS. Al Maidah 101 Kisah Orang Tua Durhaka yang membuat sahabat umar bin khatab marah. Perilaku durhaka ternyata tidak hanya ditujukan kepada seorang anak yang berperilaku buruk, tetapi juga orang tua. Perilaku buruk orang tua bisa menjadi dampak munculnya sifat durhaka bagi si anak. Dalam islam orang tua juga dituntut untuk tidak durhaka terhadap anak. Karena setiap anak punya hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tua. Begitupula sebaliknya orang tua punya hak-hak yang harus dipenuhi oleh sang anak. Banyak sekali kita jumpai kisah anak durhaka sebab buruknya perilaku orang tua terhadap sang anak. Seperti memberikan nama buruk, menjelek-jelekan anak, tidak menafkahi anak, tidak mendidik anak, memarahi bahkan melakukan kekerasan terhadap anak. Alhasil ketika si anak besar, tak sedikit dari mereka yang membalas keburukan orang tua dimasa lalu. Rasa sakit hati si anak terkadang menjadikanya anak durhaka apalagi dalam keluarga cleaved home. Pernah ada sebuah kisah anak kecil yang bandel. Ia sulit sekali diajak makan oleh ibunya, kelakuan anaknya ini lantas mengundang emosi. Sang ibu dengan teganya menganiaya buah hatinya sendiri. ia lantas menyekap sianak dengan bantal tanpa belas kasih. Tidak hanya itu, beberapa kali sang ibu juga ikut memukuli wajah si anak. Tindakan keji sang ibu ini lalu membuat si anak menangis dengan pilu. Sang ibu juga berusaha menyuapi sang anak dengan cara yang kasar. Adalagi seorang ayah yang sangat geram kepada anaknya. Saat sang ayah memerintahkan anaknya untuk mengaji, si anak malah mebangkang pergi. Setelah pulang si anak malah membuat ulah memaki ayahnya . hal ini lantas memancing emosi. Sanga ayah lantas memukuli si anak yang kurang ajar itu dan melemparkan kearah sungai. Sang anak tentu sangat ketakutan saat dianiaya sang ayah. Hal ini tentu menjadi pelajaran bagi orang tua agar bisa mendidik dan mengawasi anaknya dengan baik. Karena kedurhakaan anak terkadang sebab kesalahan orang tua dalam mendidik. Belum lama ini, adapula kisah tragis perbuatan seorang ibu. Dimasa pandemi anaknya melakukan pembelajaran secara online. Namun sianak yang berusia 8 tahun susah sekali melakukan belajar online. Ia susah diajari dan dikasih tahu saat belajar. Hal ini lantas membuat sang ibu kesal, ia lalu tega mencubit dan memukul sianak dengan gagang sapu. Saat sianak jatuh lemas, si ibu malah tega memukuli bagian belakang kepala sianak hingga akhirnya meninggal dunia. Inilah kisah orang tua yang tak sabaran, kejam dan menyia-nyiakan titipan Allah SWT. Dikisahkan, dahulu pada masa khalifah umar bin khatab, ada seorang pria datang berkunjung kepada khalifah umar. Pada kesempatan itu, si pria lalu mengadu kepada khalifah umar tentang masalah anaknya yang durhaka dan berperilaku buruk. Khalifah umar lantas memanggil si anak durhaka untuk dipertemuukan dengan ayahnya, hal ini dilakukan khalifah untuk mencari kejelasan tentang apa akar permasalahan yang terjadi. Bisa-bisanya ada anak berani durhaka kepada ayahnya sendiri. Setelah dipertemukan, khalifah umar lalu meminta klarifikasi kepada si anak durhaka. Namun sianak dengan lagak kurang ajarnya malah mencela ayahnya sendiri, ia sama sekali tak merasa bersalah sebab sang aya telah menelantarkanya. Si anak durhaka lalu bertanya kepada Khalifah umar “Wahai khalifah umar bin khatab, bukankah orang tua juga punya kewajiban kepada anaknya..?” Khalifah umar menjawab “iya betul” anak durhaka itu lalu bertanya lagi “Lalu apa saja kewajiban ortu kepada anaknya?” Khalifah umar bin khatab lalu menjelaskan “أَنْ يَنْتَقِيَ أُمَّهُ وَيُحَسِّنَ اسْمَهُ وَيُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ “Memilihkan ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang bagus, dan mengajarkannya Al-Qur’an” mendengar penjelasan khalifah umar, sontak saja sianak berkata “Wahai khalifah umar, Ayahku sungguh tak melaksanakan tiga perkara itu. Ibuku adalah orang negro dari keturunan orang majusi. Ayahku memberi nama aku kumbang. Ia juga tak mengajariku sehurufpun Al-Qur’an” Mendengarkan penjelasan si anak, Khalifah umar lantas menegur keras orang tuanya yang kebangetan itu. bisa-bisa orang tua memperlakukan anaknya seperti itu. hal ini tentu saja membuat geram. Khalifah umar lantas menegur orang tua itu“Kau mengadu tentang kenakalan anakmu, sementara kau sendiri sudah durhaka kepada anakmu, sebelum ia durhaka kepadamu. Kau sudah memperlakukan anakmu dengan buruk, sebelum anakmu berbuat buruk kepadamu”. Itulah teguran keras khalifah umar bin khatab kepada orang tua yang tak menjalankan kewajibanya. Menurut imam al-ghazali dalam kitab al-Adab fid din menjelaskan bahwa ada lima adab orang tua kepada anaknya, Diantaranya 1. ane. Adab pertama selalu membantu anaknya suapaya bersikap baik kepada orang tua. Perilaku anak kepada ayah ibunya, sangat bergantung juga perilaku orang tua kepada anak. Jika orang tua menyayangi anaknya tentu anaknya akan membalas kasih sayang itu. tetapi jikalau orang tua bertindak sesuka hati kepada anak tentu si anak akan membalas dengan keburukan. 2. 2. Adab kedua adalah setidaknya bagi orang tua tidak memaksa anak-anaknya berbuat baik diluar batas kemampuannya. Seperti hal nya mengharuskan anak kecil berpuasa full disiang hari layaknya orang dewasa, padahal tidak semua anak kecil mampu berpuasa sepanjang siang itu. 3. three. Adapun adap ketiga adalah orang tua tidaklah memaksa anaknya disaat kesusahan, dan tidak memberikan perintah-perintah yang memberatkan si anak. four. 4. Adab keempat adalah orang tua tidak menghalangi anak untuk melakukan ketaatan kepada Allah SWT, seperti halnya jika si anak ingin mengaji lalu malah diperintah mbolos untuk membantu kerja. 5. v. Adab kelima adalah orang tua jangan membuat anak-ananya susah dan sengasara dikarenakan Pendidikan yang salah. Orang tua hendaknya mendidik anak sebaik-baiknya agar memiliki ilmu serta keterampilan yang mencukupi. Jangan sampai memanjakan anak hingga akhirnya ia bodoh sehingga menyebabkan masa depanya buruk. Semoga kisah ini bermanfaat, wallahu a’lamu bishowab. Baca Juga Kisah Asiyah Istri Fir’aun Yang Dijamin Surga Karena Durhaka Muslimahdaily - Kisah perjalanan Nabi Musa dan Khidir sangat terkenal dan sering kali dilisankan para da’i. Kisah penuh hikmah itu tercantum dalam Al Qur’an Al Karim agar menjadi pelajaran bagi umat hingga akhir zaman. Di antara hikmah kisah tersebut, terdapat satu pelajaran berharga yang tak boleh luput diasingkan. Yakni kisah anak durhaka dan bagaimana Khidir mendapat ilham tentangnya. Singkat cerita dipetik dari perjalanan Nabi Musa dan Khidir. Di tengah perjalanan mereka, ketika keduanya telah berlabuh dari sebuah kapal, nampak berkerumun para pemuda yang sedang bermain. Khidir lalu menarik salah satu dari mereka. Nabi Musa yang melihatnya tentulah dibuat bingung. Belum lagi aksi yang dilakukan Khidir, yakni membunuh pemuda tersebut. Nabi Musa pun segera berkata, “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.” Khidhir menjawab, “Bukankah sudah aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” Sebelum perjalanan bermula, Khidir memang telah memperingatkan Nabi Musa ketika sang kalimatullah ingin mengembara bersama Khidir demi menuntut ilmu. Khidir berkata kepada Nabi Musa, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. Bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Namun di awal perjalanan pula, Musa berkata, “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” Namun ternyata Nabi Musa tak sabar untuk diam ketika melihat sesuatu yang menurutnya sebuah kemungkaran. Padahal tidaklah perbuatan yang dilakukan Khidir melainkan ilham dari Allah. Pun saat membunuh seorang anak. Khidir bukan melakukannya atas dasar kejahatan. Khidir menjelaskan maksud perbuatannya tersebut di akhir perjalanannya dengan Nabi Musa. Beliau menjelaskan, “Anak muda itu, kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu bapaknya.” Alasan inilah yang tak diketahui Nabi Musa hingga menganggapnya sebagai kemungkaran. Padahal yang dilakukan Khidir adalah atas perintah Allah Ta’ala. Dari kisah tersebut pun dapat dipetik pelajaran, tentang bagaimana Allah menjaga orang tua yang saleh dan menghalangi kejahatan seorang anak durhaka, serta bagaimana kejahatan durhaka kepada orang tua dianggap lebih berat dari kejahatan membunuh. Anak Durhaka yang Menyesatkan Orang Tua Membunuh merupakan dosa besar di dalam Islam. Yang dilakukan Khidir jelas sebuah kejahatan. Namun ternyata perbuatannya sesuai dengan kaidah dalam syariat Islam tentang bolehnya mencegah mafsadah kerusakan, kemungkaran atau kejahatan yang besar dengan melakukan mafsadah yang lebih ringan. Aksi Khidir membunuh seorang pemuda dianggap memiliki mafsadah yang lebih ringan ketimbang perilaku pemuda tersebut terhadap orang tuanya. Mengapa bisa demikian? Pasalnya, si pemuda tersebut berbuat buruk kepada orang tuanya dan dapat menyesatkan keduanya. Jika dibiarkan tumbuh besar, maka ia akan membahayakan agama ayah ibunya. Si pemuda kafir dapat menjadi musibah besar bagi orang tuanya dan mengajak keduanya kepada kekafiran. Karena itulah, ketika Khidir mendapat ilham dari Allah tentang keadaan pemuda tersebut, ia mengambil keputusan untuk membunuh si pemuda. Sebagai gantinya, Khidir berdoa kepada Allah agar mengganti pemuda tersebut dengan anak yang saleh lagi berbakti kepada kedua orang tuanya. Sungguh Allah maha kuasa untuk mengabulkannya. Kisah tentang Khidir, Nabi Musa, dan pemuda durhaka terdapat dalam Surah Al Kahfi. Sungguh pelajaran yang sangat berharga bagi muslimin. Kita berlindung kepada Allah dari sikap durhaka kepada orang tua, berlindung dari perilaku maksiat yang menyebabkan kekafiran keduanya, dan memohon kepada Ar Rahim agar selalu diberi petunjuk kepada Sirath Al Mustaqim. Kisahnya Alqomah adalah seorang ahli ibadah. Tatkala dia dalam sakaratul maut, lidahnya tidak dapat mengucapkan kalimat Laa Ilaaha illalloh. Rasul shallallahu alaihi wasallam pun mendatanginya seraya bertanya kepada para sahabatnya, “Apakah ibunya masih hidup?” Jawab mereka, “Masih.” Sang ibu pun dihadirkan, lantas menjelaskan bahwa dirinya telah mengutuk si anak Al-Qomah disebabkan dia lebih mengutamakan istrinya daripada dirinya. Nabi shallallahu alaihi wasallam meminta kepada sang ibu untuk mencabut kutukannya. Namun dia tidak bersedia, lantaran sudah kadung terlanjur–red sakit hati. Akhirnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pun menyuruh para sahabatnya agar mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Al-Qamah, supaya lekas mati. Bagaimanapun juga, sebagai seorang ibu, dia tak tega putranya mengalami nasib seperti itu, lalu mencabut kutukannya. Sedetik kemudian Al-Qamah mampu mengucapkan Laa Ilaaha Illallah. Lalu wafatlah dia.” Kisah ini sangat masyhur dan laris, dipasarkan oleh para khatib di mimbar-mimbar, dan masyhur disampaikan di sekolah-sekolah terutama dalam buku-buku kurikulum atau dalam acara yang biasa disebut sebagai “Hari Ibu” yaitu pada tanggal 22 Desember Masehi. Takhrij Kisah Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu’at 3/37. Al-Uqaili dalam Adh-Dhu’afa Al-Kabir 3/461, Al-Khara’iti dalam Masawi’ Al-Ahlaq 120, al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman 6/197 dari jalan Faid Abu Warqa’ dari Abdullah bin Abi Aufa. Derajat Kisah MAUDHU’. Letak kecacatan kisah ini karena pada sanadnya terdapat rowi yang bernama Faid Abul Warqo’. Oleh karenanya, Al-Haitsami berkata “Hadits riwayat Ath-Thabaroni dan Ahmad secara ringkas sekali, tetapi dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Faid Abu Warqa’, dia seorang yang matruk ditinggalkan.” Imam Ahmad berkata, “Matruk.” Ibnu Ma’in berkata, “Lemah dan tidak dipercaya.” Abu Hatim berkata “Hadits-haditsnya dari Abdullah bin Abi Aufa adalah batil termasuk hadits ini–pent. Seandainya ada orang yang bersumpah bahwa seluruh haditsnya Faid bin Abu Warqa’ palsu, tidaklah dia disebut seorang pengecut.” Imam Bukhari berkata, “Munkarul Hadits.” Al-Hakim berkata, “Dia meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa hadits-hadits maudhu’ palsu.” Komentar Ulama 1. Ibnul Jauzi juga berkata “Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah.” 2. Imam Adz-Dzahabi menyebutkan kisah ini secara ringkas dan berkata “Termasuk musibah Dawud bin Ibrahim adalah perkataannya “Menceritakan kami Ja’far bin Sulaiman, menceritakan kami Faid dari Ibnu Abi Aufa.” Kemudian beliau Adz-Dzahabi menyebutkan kisah ini lalu berkata, “Faid adalah seorang yang hancur.” 3. Al-Hafizh Ibnu Hajar juga mengatakan hal serupa dalam Lisanul Mizan 3/8. 4. Al-Hafizh Al-Haitsami berkata dalam kitabnya Majma’uz Zawaid 8/271, “Hadits riwayat Ath-Thabaroni dan Ahmad secara ringkas sekali, tetapi dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Faid Abu Warqa’, dia seorang yang matruk.” Kisah ini juga dilemahkan oleh para ulama lainnya seperti al-Uqaili, al-Baihaqi, al-Mundziri, adz-Dzahabi, Ibnu Arraq, asy-Syaukani dan sebagainya. Kesimpulannya, hadits ini adalah maudhu’, tidak shahih. Siapakah Alqomah Sebenarnya?! Nama Alqomah dalam kisah ini tidak jelas dan tersembunyi. Nampaknya, nama Alqomah hanyalah dibuat-buat oleh para pemalsu hadits. Sebab, sahabat Nabi yang bernama Al-Qamah sangat jauh dari kisah batil ini. Hal tersebut sangat jelas bagi mereka yang membaca sejarah sahabat yang bernama Al-Qamah seperti dalam kitab Al-Ishobah 4/262 no. 5654-5474 oleh Ibnu Hajar dan Usdul Ghabah 4/81 oleh Ibnu Atsir. Oleh karena itu, dalam kisah ini kita tidak mendapati secara jelas namanya, baik ayah, kakek, nama qabilah, kunyahnya dan lain sebagainya. Wallahu a’lam. Sumber Oleh M. Ishom el-Saha Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten TIDAK sedikit orang tua yang meminta putra-putrinya berbakti kepada orang tua. Tapi dia sendiri tidak paham tentang apa pun sebutan ayah yang durhaka untuk ayah. Jika anak durhaka berhasil lolos sia-sia, begitupun orang tua yang durhaka kepada keturunan. Diriwayatkan pada masa Umar bin Khattab ada ayah yang menyeret putranya untuk dihadapkan kepada Amirul Mukminin. Di depan Umar, orang tua itu mengadukan kelakuan putranya yang tak mau dihormati dan durhaka menerima. “Mohon nasihati dia, wahai Amirul mukminin!” kata orang tua itu. BACA JUGA Sikap Orangtua Seperti Ini, Sebabkan Anak Durhaka Umar lalu menasihati anak lelaki itu. “Apa kamu tidak takut kepada Tuhan-mu sebab ridha-Nya tergantung ridha orang tuamu.” Tak disangka-sangka anak itu mulai bertanya “Wahai Khalifah! Apa yang ada di samping itu adalah soal anak yang berbakti kepada orang tua, termasuk juga cara orang tua yang bertanggung jawab terhadap apa?”. Umar bin Khattab menjawab “Ya, benar ada! Seharusnya ayah menyenangkan dan mencukupi nafkah istri sekaligus ibu dari putra-putrinya, memberikan nama yang baik untuk putra-putrinya, serta mengajari putra-putrinya Al-Quran dan memelajari ilmu agama lainnya.” Mendengar penjelasan Amirul Mukminin, anak laki-laki itu membalas “Jika demikian, bagaimana aku berbakti kepada ayahku? Demi Allah, ayahku takir ke ibuku yang tak perlu menggantinya di hamba sahaya. Sekali pun dia minta uang untuk ibuku, sebanyak 400 dirham untuk menebus ibuku. Dia juga tak menamaiku dengan nama yang baik Aku dinamai ayahku dengan nama “Juala” Jadian. Dia juga tak mengajariku mengaji, satu ayat pun!” BACA JUGA Sungguh Terhina Anak yang Durhaka pada Orang Tua Seketika itu Umar bin Khattab berpaling, memandang tajam ke arah orang tua anak itu, sambil berkata “Kalau begitu bukan anakmu yang durhaka, tapi kamulah orang tua durhaka!” Jadi, ayah yang durhaka tanda-tandanya adalah menyayangi lahir-batin istri yang menjadi sumber belajar pertama kali anak kandungnya. kasar dan tidak memanggil putra-putrinya dengan sebutan yang baik. mendidik putra-putrinya dengan pendidikan yang baik dan bermanfaat untuk masa depan mereka. Ibnu al-Qayyim al-Jauzi di dalam kitab “Tuhfat al-Maudud” juga pernah mengatakan “Barangsiapa menyia-nyiakan pendidikan yang berguna untuk masa depan dan putra-putrinya yang dibiarkan begitu saja, maka dia menjadi orang tua yang paling merugi. Anak menjadi rusak moralitasnya karena faktor orang tua yang menyia-nyiakan pendidikan perputaran. anak-anak itu tidak mengembangkan akal budayanya dan tidak mendatangkan manfaat di masa depan untuk kedua orangtuanya. “ Oleh sebab itu, sebagai orang tua, sebagian besar ayah, sepatutnya mencurahkan pikiran, tenaga, dan keuangan untuk masa depan serta pendidikan buah hatinya. Berapa banyak yang dicurahkan orang tua untuk putra-putrinya semua adalah bernilai sedekah dan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT. [] SUMBER KEMENAG

kisah umat terdahulu yang dusta dan durhaka